Kenapa aku menamai posting kali ini dengan judul seperti itu? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena kalimat itulah yang tertera di layar Nokia 3210 Classic-ku setiap kali aku berusaha menghubungi nomor seseorang.
Sudah lebih dari sepekan ini aku tidak menghubungi nomer tersebut, karena setiap aku menghubungi tak pernah ada jawaban. Nada sambung selalu berakhir dengan no answer atau bunyi tu la lit.
Walaupun aku kecewa dan selalu kecewa karena setiap kali aku menghubunginya selalu seperti itu, aku tetap bersyukur. Paling tidak ia tidak ganti nomor dan masih hidup. Aku selalu berusaha berpikiran positif dan menganggap ia sibuk setiap kali tak menjawab teleponku. Mungkin ia tidak mau menerima teleponku karena biasanya aku akan lama berbicara di telepon, dan mungkin ia sedang benar-benar tidak punya waktu untuk mendengar ocehanku.
Tetapi keadaan semalam sangat lain. Walau aku benar-benar merasa capek karena seharian menemani Ontin berkeliling Jogja, aku tetap merasa harus menelepon ia dan keluargaku. Karena aku tahu ia biasanya tidak menjawab teleponku, aku memutuskan untuk menelepon ibuku. Setelah puas berkicau dengan keluargaku, aku mencoba menghubungi nomornya. Tetapi, nomornya tidak dapat dihubungi. Tidak biasanya ia mematikan hp, karena setahuku ia tidak pernah mematikan hp. Aku mulai tidak tenang dan mengkhawatirkannya.
Sepanjang hari ini aku masih mencoba menghubunginya. Nihil. Entah mengapa aku seperti punya firasat kalau hpnya hilang. Sebelumnya ia sudah beberapa kali kehilangan hp.
Malam ini, aku online. Seperti biasa, aku tidak lupa membuka facebook dan berkunjung ke profilenya. Aku kaget sewaktu membaca wall paling atas dari temannya yang menanyakan hpnya yang hilang! Mengapa bisa sama persis antara feelingku dan kenyataannya?
Aku tidak tahu. Mungkin karena aku memang benar-benar menyayanginya...
Terlepas dari betapa kuat perasaanku padanya, aku berharap ia bisa segera membeli hp lagi (tidak perlu baru, yang penting bisa digunakan untuk menelepon dan sms)dan mengurus nomornya agar kami bisa kembali berkomunikasi. Atau jika ia memutuskan membeli nomor perdana, semoga ia bisa memberitahuku secepatnya.
Number Not In Use
Senin, 16 November 2009
Sabtu, 14 November 2009
Ini tentang seseorang yang kukenal di UKM yang kuikuti. Awalnya, aku berteman secara biasa saja dengannya. Kami bahkan satu tim di dalam sebuah kepanitiaan penyambutan mahasiswa baru beberapa bulan yang lalu. Selama kami bekerja sama, hubungan kami baik-baik saja. Menjalankan tugas masing-masing dan berkomunikasi sesuai keperluan. Tidak ada acara kumpul-kumpul di luar konteks kepanitiaan. Sampai pada akhir pelaksanaan, sosok itu mulai susah dihubungi. Baik olehku atau teman satu tim yang lain. Salah satu rekan menyebutkan, ia sedang sibuk mengurusi saudaranya yang menjadi mahasiswa juga. Kebetulan penghujung pelaksanaan acara bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Ada yang bilang ia mudik lebih awal, karena memang tempat tinggalnya paling jauh di antara rekan satu tim yang lain, yaitu di Bima, Nusa Tenggara Barat. Aku dan teman-teman yang lain berusaha memakluminya dan tidak menaruh sedikitpun kecurigaan terhadapnya.
Sebelum libur lebaran, aku dan teman-teman yang lain berkumpul untuk berbagi hasil kerja keras kami, bisa dikatakan sebagai THR karena waktu itu menjelang hari raya Idul Fitri. Namun, kami belum bisa menerima sepenuhnya hak kami karena sebagian uangnya masih berada di tangan teman kami yang berasal dari NTB tersebut. Saat lebaran, ia mengirimiku sms ucapan Idul Fitri dan aku pun membalasnya seperti aku membalas ucapan teman-teman yang lain.
Libur lebaran berakhir sudah dan saatnya kami kembali ke kampus. Saat bertemu dengan salah seorang rekan satu tim, aku bertanya tentang jatah uang yang belum kami terima sebagaimana mestinya. Temanku itu ternyata juga tidak tahu. Akhirnya aku bertanya kepada ketua panitia kami, dan hasilnya nihil. Uang masih ditangan teman kami yang berasal dari NTB itu dan yang bersangkutan tidak berhasil dihubungi.
Kemudian aku berusaha mengirim sms langsung ke dia. Pending, tetapi kemudian terkirim. Tidak ada balasan. Aku berusaha menelepon, tetapi tidak pernah dijawab. Ternyata, aku dan teman-teman satu timku bukanlah satu-satunya kelompok orang yang berurusan dengannya. Teman-teman satu UKM pun juga tidak berhasil menghubunginya. Bahkan ada yang bilang, pemilik kost tempat ia tinggal pun juga mencarinya, sampai membobol kamar kontrakannya karena ia menghilang dan belum membayar uang kost selama berbulan-bulan. Padahal, sepengetahuan teman satu UKM yang lebih senior dan kurasa lebih mengenalnya daripada aku, ia berasal dari keluarga yang mampu, paling tidak berkecukupan, karena orangtuanya bisa mengirimnya untuk kuliah di universitas tempat kami menuntut ilmu.
Aku tidak mau tahu tentang urusannya dengan pemilik kostnya atau siapapun juga. Yang penting bagiku adalah ia harus mengembalikan uang hasil jerih payah tim kami kepadaku dan teman-teman satu timku yang lain. Jika memang ia sedang dalam kesusahan dan terpaksa menggunakan uang kami, maka sebaiknya ia jujur dan tidak melarikan diri seperti sekarang ini. Aku dan teman-teman ynag lain pasti akan lebih menghargainya.
Sekarang yang aku lakukan bersama teman-temanku adalah menjadikannya target operasi. Kami berusaha mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengannya. Kami bertekad untuk mencarinya sampai ketemu dan meminta pertanggungjawabannya. Tidak menutup kemungkinan kami akan menempuh jalur hukum jika memang diperlukan.
Sebelum libur lebaran, aku dan teman-teman yang lain berkumpul untuk berbagi hasil kerja keras kami, bisa dikatakan sebagai THR karena waktu itu menjelang hari raya Idul Fitri. Namun, kami belum bisa menerima sepenuhnya hak kami karena sebagian uangnya masih berada di tangan teman kami yang berasal dari NTB tersebut. Saat lebaran, ia mengirimiku sms ucapan Idul Fitri dan aku pun membalasnya seperti aku membalas ucapan teman-teman yang lain.
Libur lebaran berakhir sudah dan saatnya kami kembali ke kampus. Saat bertemu dengan salah seorang rekan satu tim, aku bertanya tentang jatah uang yang belum kami terima sebagaimana mestinya. Temanku itu ternyata juga tidak tahu. Akhirnya aku bertanya kepada ketua panitia kami, dan hasilnya nihil. Uang masih ditangan teman kami yang berasal dari NTB itu dan yang bersangkutan tidak berhasil dihubungi.
Kemudian aku berusaha mengirim sms langsung ke dia. Pending, tetapi kemudian terkirim. Tidak ada balasan. Aku berusaha menelepon, tetapi tidak pernah dijawab. Ternyata, aku dan teman-teman satu timku bukanlah satu-satunya kelompok orang yang berurusan dengannya. Teman-teman satu UKM pun juga tidak berhasil menghubunginya. Bahkan ada yang bilang, pemilik kost tempat ia tinggal pun juga mencarinya, sampai membobol kamar kontrakannya karena ia menghilang dan belum membayar uang kost selama berbulan-bulan. Padahal, sepengetahuan teman satu UKM yang lebih senior dan kurasa lebih mengenalnya daripada aku, ia berasal dari keluarga yang mampu, paling tidak berkecukupan, karena orangtuanya bisa mengirimnya untuk kuliah di universitas tempat kami menuntut ilmu.
Aku tidak mau tahu tentang urusannya dengan pemilik kostnya atau siapapun juga. Yang penting bagiku adalah ia harus mengembalikan uang hasil jerih payah tim kami kepadaku dan teman-teman satu timku yang lain. Jika memang ia sedang dalam kesusahan dan terpaksa menggunakan uang kami, maka sebaiknya ia jujur dan tidak melarikan diri seperti sekarang ini. Aku dan teman-teman ynag lain pasti akan lebih menghargainya.
Sekarang yang aku lakukan bersama teman-temanku adalah menjadikannya target operasi. Kami berusaha mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengannya. Kami bertekad untuk mencarinya sampai ketemu dan meminta pertanggungjawabannya. Tidak menutup kemungkinan kami akan menempuh jalur hukum jika memang diperlukan.
Langganan:
Postingan (Atom)