Pages

Izinkanku Menuliskannya Untukmu

Minggu, 07 Februari 2010

Aku sangat bersyukur kepada-Nya karena telah mempertemukanku kembali denganmu. Aku juga berterima kasih kepadamu atas semuanya. Semua yang telah kau lakukan. Kau membuatku bisa merasa hidup kembali. Kaulah semangatku.

Mungkin aku sedikit berlebihan dalam menuliskannya. Tetapi hati kecilku mengatakan bahwa inilah awal dari segalanya. Inilah awal sesuatu yang serius dalam hidupku. Perjalanan hatiku baru dimulai sekarang. Bukan tahun lalu, saat aku menyukai seseorang yang ternyata tidak benar-benar kuinginkan. Diam-diam aku bersyukur mengetahui keadaan sekarang bahwa kami bukanlah siapa-siapa untuk satu sama lain. Bukan juga saat aku masih duduk di bangku SMA, di mana aku merasa menyukai seorang teman yang ternyata sudah ada yang memiliki. Bahkan bukan juga saat aku SMP, saat aku merasa menyukaimu untuk pertama kalinya.

Perasaan itu memang masih ada sampai sekarang. Namun, dalam bentuk yang berbeda. Bukan lagi cinta monyet yang akan terasa konyol dan membuatku tersenyum sendiri karena geli ketika mengingatnya. Ini adalah sesuatu yang lebih bermakna dari apapun yang pernah terjadi sebelumnya.

Awalnya, aku tidak ingin membahas ini secara serius dan ingin menganggapnya sebagai angin lalu saja. Tetapi, pertanyaanmu di awal pertemuan kita pada pertengahan tahun lalu telah mengusik perhatianku. Aku yang sekitar satu tahun sebelumnya merasa telah mati rasa dan tidak berminat berurusan dengan hati dan perasaan, seperti mendadak terbangun dari tidur panjang. Aku kembali bertanya pada hati dan perasaanku sendiri, masihkah mereka hidup? Masihkah mereka mau berfungsi dengan normal untuk merasakan emosi-emosi ter tentu?

Syukurlah, mereka masih hidup, dan tampaknya mereka masih bisa berfungsi dengan baik. Dan jadilah seperti ini, seperti yang kau lihat dan kau tahu sekarang. Aku masih menyukaimu, walaupun menurutku perasaanku ini berbeda versi dengan perasaanku yang dulu pernah ada untukmu. Tetapi, jawabannya tetap aku menyukaimu.

Namun sepertinya, takdir berkehendak lain. Kau yang sekarang malah menjadi orang yang sangat sibuk mengejar cita-cita dan impianmu sampai urusan hati dan perasaan sama sekali tidak menjadi prioritasmu. Karena aku ingin menyayangimu apa adanya, maka aku berusaha untuk mengerti dan mendukungmu. Kalau dipikir-pikir, toh juga tidak akan ada gunanya jika kita bersatu sekarang (dengan asumsi bahwa perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan, heheu…).

Selama ini, setengah tahu lebih dari pertemuan kembali kita, menurutku aku masih bisa memegang semua kata-katamu dan tidak ada alasan untukku menolak mempercayaimu. Ini semua membawaku pada sebuah kesadaran, bahwa seharusnya aku melakukan hal yang sama. Mengejar cita-cita dan impianku sendiri, sebelum memikirkan untuk bersamamu.

Kau benar, aku punya teman-teman yang baik dan menyenangkan. Jadi aku harus menikmati hidupku sendiri saat ini, seperti yang sedang kau lakukan di sana. Selama ini aku bukannya tidak menikmati kebersamaanku bersama teman dan keluargaku, aku menikmatinya. Sangat menikmatinya. Tetapi, mungkin saja aku terlalu sering memikirkanmu dan mengkhawatirkan keadaanmu di sana, sehingga itu mengurangi kebahagiaan yang kurasakan jika sedang bersama orang-orang di sekelilingku.
Maka, mulai sekarang, aku merasa aku akan dapat lebih berbahagia dan menikmati hidupku sendiri di sini. Mata kuliah di semester depan sepertinya juga akan lebih banyak menyita perhatian sehingga aku tidak akan kekurangan bahan untuk dipikirkan, heheu…

Untukmu yang jauh di sana, aku berterimakasih atas semuanyanya. Aku kembali bisa lebih bersemangat dalam menghadapi hari-hariku, dan yang paling penting, aku bisa lebih menikmatinya sekarang! ^_^

Aku memang tidak tahu bagaimana perasaanmu terhadapku. Aku memang tidak tahu apa saja yang ada di benakmu tentangku. Aku memang tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan kita ke depan. Itu semua tergantung kepadamu. Jika kau berkenan untuk membagi cerita-ceritamu, aku pasti akan mencoba menjadi pendengar yang baik.
Maaf kemarin aku tidak begitu menyahut tentang ceritamu selama liburan, tentang konser dan sebagainya. Walaupun begitu, percayalah, aku sebenarnya telah mendengarkan dengan baik dan tertarik dengan kelanjutannya. Tetapi, karena manajemen emosiku yang buruk, jadi aku tidak bisa melisankan tanggapanku dan lagi-lagi hanya terucap di dalam hati saja.

Tolong jangan pernah sungkan untuk berbagi cerita apapun denganku. Karena selama ini aku merasa kau mengetahui begitu banyak tentangku dan seakan bisa mengerti apa yang kuinginkan tetapi aku merasakan sebaliknya terhadapmu, aku merasa buta dan tak tahu apa-apa tentangmu. Mungkin selama ini aku yang terlalu aktif bercerita tentang diri sendiri atau memang kau begitu mengenalku sehingga dapat mengerti yang apa yang kuinginkan.

Tolong jangan jadikan semua ini hanya berjalan satu arah saja, karena aku juga ingin mengerti dirimu. Meskipun jika suatu saat nanti takdir tidak mempersatukan kita (itu akan menjadi kenyataan terburuk dalam hidupku, tetapi aku selalu berdoa agar aku bisa menghadapi dan mengatasinya jika memang benar-benar terjadi), tidak ada salahnya kan kalau kita tetap mengerti satu sama lain sebagai teman? Toh kita sudah saling mengenal dan berteman sejak beberapa tahun yang lalu kan? Heheu…
Sekali lagi, terima kasih untukmu… Semoga semuanya akan terasa indah pada waktunya, amin…

O ya, tulisan ini dibuat di malam minggu, saat aku baru menonton film “The Secret” selama baru sekitar 34 menit dan aku mulai merasakan kantuk sekaligus terinspirasi, jadi sebelum semangat untuk menulis lenyap bersama kantuk yang melanda, aku pikir lebih baik jika langsung direalisasikan saja. Happy Saturday Night… ^_^

Liburan ke Bandung (Part 2)

Jumat, 05 Februari 2010

Ini nih kelanjutan petualangan Fatikong di Bandung... Check this out!


Sabtu (Hari ketiga)


Karena weekend, jadi hari itu kam jalan-jalan ditemani Teh Puput. Kami berangkat ke daerah Braga, kawasan bangunan-bangunan kuno yang sering di pakai untuk berfoto. Bahkan saat kami di sana, kami bertemu pasangan yang akan mengambil gambar untuk foto pre wedding. Di tempat itu, jalan raya terlihat berbeda karena tidak terbuat dari aspal, melainkan dari batako. Suasananya seperti di kota-kota di kawasan Eropa, karena bangunan-bangunan kuno di sana berarsitektur Eropa.


Kami sempat tersesat sewaktu akan melanjutkan perjalanan ke Pasar Baru. Kemudian kami bertanya kepada seorang pembuat plat nomor kendaraan yang mangkal di daerah itu. Dan kami malah menemukan sebuah masjid yang cukup besar dan ramai di kawasan Jalan Asia Afrika. Kami memutuskan untuk mampir dan sholat dhuhur di masjid itu. Tetapi kami lupa tidak memperhatikan nama masjidnya, mungkin semacam masjid Agung di daerah Solo. Selanjutnya kami tersesat lagi dan berjalan begitu jauh dan menemukan Pasar Baru secara tidak sengaja. Saat itu kami tidak bertanya, hanya mengikuti kata hati saja, hahay…


Sebelum berbelanja, kami makan di dekat Alfamart di depan Pasar Baru. Kami memesan tiga mangkuk mie bakso yang ternyata rasanya sangat asin dan mahal, Rp 10.000,00 per porsinya. Kami sengaja tidak memesan minum karena sudah membawa air putih sendiri. Kalau kami beli minum, pasti mahal juga…


Kami selesai berbelanja sekitar pukul setengah lima sore. Yang paling heboh berbelanja hari itu adalah Lulu, karena ia membeli sebuah tas, banyak baju untuk keluarganya di rumah, dan gantungan kunci. Teh Puput hanya membeli sebuah atasan berwarna biru tua. Aku sendiri hanya membeli sebuah baju berwarna ungu dan dua stel kaos bertuliskan Bandung untuk kedua keponakanku tersayang, Chelsea dan Adli.


Malam harinya kuhabiskan dengan bercerita bersama Teh Puput karena Lulu sudah lebih dahulu terlelap. Mungkin ia kecapaian setelah seharian berbelanja.



Minggu (Hari Keempat)


Kami tidak ingin melewatkan hari terakhir di Bandung begitu saja. Hari itu kami harus berkeliling berdua saja, karena walaupun weekend, semuanya sudah mempunyai kesibukan masing-masing. Za masih mengurus temannya yang sedang sakit. Zi dari semalam tidak pulang karena ada palantikan KPA di Lembang. Teh Puput juga harus ke kampus karena ada latihan pemrograman untuk persiapan lombanya. Kami bersyukur salak yang kami bawa sebagai oleh-oleh kemarin ternyata sudah habis, jadi tidak terbuang sia-sia. Hebat juga nafsu makan anak-anak ITB ya, heheu…


Pukul sembilan pagi, kami bersama Icha menuju ke Lapangan Gasibu karena di sana ada pasar tiban setiap hari Minggu, seperti Sunday Morning (Sunmor) di sekitar kampus UGM di Jogja. Tetapi Icha hanya menemani sampai kami turun dari angkot Riung Dago karena dia ada acara di Unpad. Kami tidak mengelilingi seluruh Gasibu karena suasananya sangat ramai. Sekitar satu jam kemudian kami kembali naik angkot menuju perempatan Simpang untuk melanjutkan perjalanan ke Curug Dago.


Setelah turun dari angkot jurusan Coroyom yang kami tumpangi, kami naik angkot Kalapa Dago. Kami tidak tahu di mana tempat Curug Dago. Tiba-tiba saja angkot sudah sampai di pemberhentian terakhir di Terminal Dago. Di sana banyak tukang ojek mangkal yang menawarkan jasanya untuk mengantar ke CUrug Dago, tetapi kami memilih jalan kaki menuju salah satu tempat yang ditujukan oleh seorang ibu yang kami tanyai. Setelah berjalan cukup jauh dan merasa lelah, kami mulai merasa kalau kami tersesat untuk kesekian kalinya. Akhirnya kami bertanya kepada seorang bapak yang kebetulan sedang berada di dekat kami beristirahat.


Benar saja, ternyata kami sudah berjalan terlalu jauh dan kami harus berjalan kembali lagi. Untung saja jalan kembali berupa jalan turun, sehingga kami tidak terlalu capai dibuatnya. Ternyata letak Curug Dago tidak terlalu jauh, berada di kompleks Taman Hutan Raya (Tahura) Dago. Di sana ada beberapa prasasti dari Taiwan yang terletak di tepi air terjun. Mungkin karena musim hujan, air terjunnya berwarna coklat saat kami berkunjung. Tidak ada banyak orang saat itu, hanya beberapa petugas yang sedang membersihakn Tahura dan orang-orang yang sedang berkumpul di Pos Penjagaan. Pengunjung lain yang kami temui adalah sekeluarga Bule bersama anjing mereka dan siswa-siswa SMA yang sedang mengadakan semacam diklat.


Yang membuat perhatian kami sedikit tersita adalah ketika kami melihat rombongan keluarga bule itu yang hanya terdiri dari seorang ayah dan ketiga anaknya yang masih balita tanpa ibu. Anak pertama perempuan sekitar umur 4 atau lima tahun. Adiknya laki-laki mungkin berumur dua setengah tahun. Si bungsu yang masih berumur sekitar satu tahun atau lebih berada di gendongan ayahnya. Yang lebih mengerikan adalah anjing mereka yang lebih besar dari pada anak-anak itu. Saat kami berpapasan dengan mereka di tangga kecil curam dan licin, aku sampai tidak berani bergerak karena takut dengan anjing mereka. Hebatnya kedua balita itu bisa menempuh perjalanan tanpa bantuan sang ayah dan tidak takut melewati jalanan yang terjal dan kotor itu.


Setelah cukup beristirahat dan tentu saja berfoto-foto narsis di sana, kami melanjutkan perjalanan ke Bandung Indah Plaza. Hari itu hujan turun tetapi tidak begitu deras, namun tetap saja kami butuh memakai payung yang kami bawa. Di BIP kami berkeliling sampai lantai paling atas di food court. Sebenarnya kami hanya ingin mencoba melihat suasana mall di sana dan tidak berniat berbelanja. Namun, aku tergoda untuk membeli sandal Yongki Komaladi yang sedang diskon di Matahari, heheu…


Untuk makan siang, kami menyeberang jalan menuju Hoka – Hoka Bento. Maklum, di Jogja atau di Solo kan tidak ada, jadi kami ingin sekali mencobanya. Karena harganya relative mahal, jadi kami hanya memesan paket hemat saja dan sekotak Teh Botol. Walaupun kelihatannya porsi yang kami beli sedikit, tetapi ternyata membuat kami sangat kenyang, sehingga kami harus berjuang untuk menghabiskannya. Lagi-lagi berhubung Hokben tidak ada di Jogja atau Solo jadi tidak kami tidak mau rugi, heheu…


Sekitar pukul 3 sore kami melanjutkan perjalanan ke Pasar Simpang. Lulu ingin membeli makanan untuk oleh-oleh. Karena hari sudah sore, banyak penjual yang sudah tutup, jadi kami harus menyusuri sepanjang emperan took di pasar itu untuk menemukan took yang menjual makanan yang pantas untuk dijadikan sebagai buah tangan. Kami menemukan sebuah took di deretan timur. Hanya Lulu yang berbelanja dan karena aku tidak begitu tertarik untuk menjadi anak bain hati yang membawakan oleh-oleh untuk keluargaku di Solo. Hahay…


Sisa uangku malah kuhabiskan untuk membeli dua pasang sandal pesanan Mbak Puput, kembarannya Teh Puput yang satu kost denganku di Jogja. Sebenarnya Teh Puput yang kebagian jatah membelikannya, tetapi karena ia sibuk maka aku dengan suka rela menggantikan tugasnya, hitung-hitung membalas jasa karena ia sudah mau kurepotkan selama aku di Bandung, heheu…


Aku agak tidak enak kepada seorang bapak penjual sandal di Pasar Simpang tersebut karena sudah merepotkan dan mencoba berbagai model sandal dan sepatu yang beliau jual, tetapi tidak jadi membeli karena memang tidak ada yang cocok. Maafkan kami ya Pak… Semoga dagangan Bapak laris, walaupun kemarin kami tidak jadi membeli, amin…


Sekitar pukul lima sore kami sampai di asrama. Zi sudah ada di asrama. Ia sedang tidur dengan pulasnya sehingga kami tidak berani membangunkannya.Setelah sholat asar, mandi dan istirahat sebentar, kami memasak mie goreng instan untuk bekal selama di perjalanan. Kami sengaja membawa bekal lagi karena tidak ingin jajan di dalam kereta yang pasti harganya lebih mahal.


Menjelang isya, kami sudah selesai packing dan Zi sudah dibangunkan oleh Icha dan Gagas, jadi kami bisa berpamitan padanya. Sekitar pukul 7 lebih kami diantar Teh Puput ke ujung jalan untuk menunggu angkot ke stasiun. Kami tidak tega memintanya untuk mengantarkan sampai ke stasiun, karena ia baru saja pulang dari kampus dan pasti capai sekali. Angkot jurusan Stasion – Dago tidak muncul juga, yang ada hanya Kalapa – Dago. Kami sangat khawatir akan tertinggal oleh Kereta Lodaya, maka aku mengirim sms kepada Zi untuk mengantar kami ke stasiun. Begitu sms terkirim malah angkotnya lewat, jadi kami harus permintaan kepada Zi, syukurlah walaupun jalanan macet kami tetap dapat sampai di Stasiun Bandung tepat waktu dan ternyata KA Lodaya Malam yang akan kami tumpangi juga baru saja datang.


Di awal perjalanan, kami menikmati indahnya pemandagan lampu-lampu di kota Bandung. Mungkin semacam Bukit Bintang di Jogja, aku sendiri belum pernah ke sana. Selama perjalanan, kami tidak bisa tidur nyenyak karena terganggu oleh suara tangisan seorang balita yang sedang rewel. Sepanjang malam ia terus saja menangis, entah berapa liter air mata yang sudah dikeluarkannya. Menjelang shubuh, kereta sampai di Stasiun Tugu Jogja dan Lulu turun, tinggal aku sendiri melanjutkan perjalanan ke pemberhentian terakhir di Stasiun Balapan Solo.


Aku sampai di sana sekitar pukul 5 lebih dan tergesa mencari mushola untuk sholat shubuh. Ternyata mushola yang ada sangat tidak layak. Sangat berbeda dengan toiletnya yang lumayan bersih dan wangi untuk ukuran tempat umum. Dari stasiun aku dijemput Mamahku yang sekalian mengantar Isal ke sekolah. Walaupun kecapaian, aku senang dengan petualanganku itu. ^_^


Harusnya aku menyertakan beberapa foto untuk menambah greget di tulisan ini, tetapi karena foto-foto yang aku punya masih di hand phone dan aku belum sempat memindahkannya ke laptop, maka foto-fotonya menyusul dan di fb aja ya, heheu… ^_^

Liburan ke Bandung (Part 1)

Untuk mengisi liburan semester yang panjang gila ini, aku dan Lulu memutuskan untuk liburan ke Bandung. Awalnya kami berniat backpakeran agar bisa menghemat biaya dan naik kereta kelas ekonomi seperti KA Kahuripan atau KA Pasundan. Namun, karena nyali yang menciut dan keadaan fisikku yang tidak memungkinkan, maka kami pergi ke sana dengan KA Lodaya jurusan Solo – Bandung dan mempertimbangkan untuk naik KA ekonomi ketika perjalanan pulang saja.

Karena aku tidak ingin merepotkan Mamahku, jadi aku membeli tiket dengan uang tabunganku sendiri. Dengan harapan setelah ini aku bisa lebih berhemat dan mengutuhkan tabunganku kembali. Kami membeli tiket di Stasiun Tugu Yogyakarta pada hari Selasa, tanggal 26 Januari 2010. Sebelumnya aku telah mengontak teman-temanku yang kuliah di ITB untuk mendapatkan penginapan gratis, heheu…



Kamis (Hari Pertama)


Dua hari kemudian, kami berangkat ke Bandung dengan KA Lodaya Pagi. Aku berangkat dari Stasiun Solo Balapan jam 8.30, sedangkan Lulu dari Stasiun Tugu satu jam berikutnya. Dalam perjalanan siang itu kami menghabiskan bekal makan siang masing-masing (aku sengaja mengusulkannya agar menghemat uang jajan kami) dan menikmati pemandangan yang disertai hujan pada sore harinya. Sholat dhuhur dan asar pun juga dilakukan di dalam kereta.


Menjelang maghrib, kami tiba di Stasiun Bandung dan sempat kebingungan beberapa saat karena tak kunjung menemukan Teh Puput, penjemput kami. Setelah bertemu Teh Puput, kami langsung diajak naik angkot Jurusan Stasion – Dago. Saat itu aku merasa sangat pusing, mungkin pengaruh perjalanan jauh dan memakai headset sewaktu di dalam kereta. Jadilah aku merengek sewaktu Mamahku menelepon dan meminta tambahan dana agar aku bisa pulang naik kereta bisnis lagi saja.


Perjalanan dari stasiun sampai Asrama Putri ITB, tempat kami akan menginap, sebenarnya tidak terlalu jauh. Kami turun di dekat Swalayan Borma dan berjalan kaki sampai ke asrama. Sesampainya di sana, aku dan ditempatkan di kamar Zi dan Za, teman-teman SMPku. Karena mereka belum pulang, jadi kami ditemani Icha, penghuni lainnya di kamar itu.


Setelah sholat maghrib dan mandi, kami membeli makan malam bersama Teh Puput dan memutuskan makan di warung saja. Setelah itu kami kembali ke asrama dan beberapa saat kemudian Za pulang. Karena mengerjakan tugas bersama temannya, Zi tidak pulang malam itu, jadi aku dan Lulu memakai kasurnya. Kami pun tidur sekitar pukul 11 malam.



Jumat (Hari Kedua)


Kehidupan pagi kami dimulai sekitar pukul 7 sewaktu Za dengan panik bersiap-siap ke kampus karena ada kuliah pagi. Sebenarnya kami sudah bangun jam 5 pagi, tetapi setelah sholat subuh kami tidur lagi, heheu…


Za bilang kuliah paginya akan berakhir jam 9, jadi ia bisa menemani kami jalan-jalan keliling ITB sampai jam 1 siang. Sepeninggal Za, kami berdua bersiap-siap menyusul ke kampus, tidak lupa mandi dan sarapan tentunya. Dari asrama kami berangkat berdua saja, berbekal petunjuk dari Teh Puput dan kenekatan ala mahasiswa akhirnya kami naik angkot jurusan Kalapa – Dago setelah bertanya apakah angkot itu lurus atau tidak. Kami turun di perempatan RS Boromeous dan berjalan ke arah utara sepanjang jalan Ganesha.


Sesampainya di kampus ITB, kami berfoto sambil menunggu kedatangan Za. Kebetulan hari itu kampus ITB lebih ramai dari pada biasanya karena sedang ada pelantikan Rektor yang baru. Kami bertemu Za di depan kampus bersama 3 orang temannya yang semuanya cowok. Mereka adalah Cuan, Sadis dan satu lagi aku lupa namanya karena ia tidak ikut rombongan baru kami untuk keliling ITB. Sebelum berkeliling, aku dan Lulu menemani Za, Cuan dan Sadis makan di sebuah kantin di bagian barat kampus yang lagi-lagi aku lupa namanya.


Sambil mereka makan, kami mengobrol tentang kampus masing-masing. Kalau mendengar jadwal kuliah mereka yang begitu padat dan tentu saja membuat stress, aku jadi merasa bersyukur kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Paling tidak, aku tidak punya jadwal praktikum yang kedengarannya bikin gila dan sangat menyita waktu, heheu…


Kami berlima mengelilingi bagian barat kampus sampai menjelang tengah hari, kemudian Cuan dan Sadis memisahkan diri dari rombongan. Begitu sholat Jumat selesai, aku dan Lulu makan siang di kantin Masjid Salman sebelum sholat dhuhur. Za ada kuliah lagi pukul 1 siang, jadi setelah sholat dhuhur kami melanjutkan jalan-jalan sendiri. Lagi-lagi modal nekat san sok tau, heheu…


Siang itu kami naik angkot sampai perempatan Simpang kemudian ganti dengan Riung Dago menuju Gedung Sate. Setelah puas berfoto, kami berjalan ke Museum Geologi yang ternyata kalau hari Jumat tutup. Sialnya kami malah diajak ngobrol oleh 3 orang satpam genit yang sedang bertugas di Museum Geologi. Kami cepat-cepat beranjak dari tempat itu dan berjanji esok hari tidak akan berkunjung ke sana lagi walaupun hari Sabtu buka. Kemudian kami mampir ke Museum Pos dan berfoto sampai puas di sana baru ke Stasiun Bandung untuk membeli tiket pulang.


Kami sampai di asrama sekitar jam 5 sore. Setelah sholat asar dan mandi, gerah banget rasanya karena siang itu Bnadung terasa sepanas Jogja, kami kembali ke kampus ITB dan kembali bertemu Teh Puput. Selepas maghrib kami makan di daerah barat kampus yang bernama Gelap Nyawang kalau tidak salah. Kami kembali ke kampus lagi sekitar pukul 8 malam dan ternyata Teh Puput sudah tertinggal untuk rapat perhitungan suara KPA. Maaf ya Teh, kami merepotkan…


Setelah itu, ada momen yang mungkin tak akan pernah kulupa. Aku bisa bertemu dengan seseorang setelah lebih dari setengah tahun kami tidak bertemu. Seseorang yang menjadi satu-satunya alasan mengapa aku rela menghabiskan tabunganku dan jauh-jauh pergi ke Bandung. Seseorang yang aku hanya ingin bilang bahwa aku merindukannya selama ini. Seseorang yang kusayangi. Walaupun tidak bisa berlama-lama, aku senang bisa bertemu dengannya. ^_^


Menjelang tengah malam kami baru sampai di asrama. Kasihan Teh Puput, dia pasti capek banget… Dan betapa bodohnya aku, sewaktu Za pulang aku malah ketiduran sampai dia harus menginap di tempat temannya karena tidak ada yang membukakan pintu asrama.


Cukup sekian ya cerita bagian pertama. Nantikan bagian kedua beberapa saat lagi… ^_^
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS