Pages

Padamu Aku Selalu Rindu

Minggu, 21 Agustus 2016

"Padamu, aku selalu rindu." 
Kalimat yang mungkin akan ditafsirkan sebagai penggambaran betapa beratnya menahan rindu pada seseorang yang spesial. Kalimat ini terngiang di otakku sejak kemarian siang. Saat aku melepas kepulangan ibu dan dua adik lelakiku di bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu. Setelah mereka boarding, aku menunggu panggilan untuk penumpang JT 857 tujuan Surabaya untuk memastikan bahwa mereka tidak tertinggal oleh pesawat kepulangan.
Sesaat sebelum boarding, sempetin wefie dulu.




Apa yang lebih membahagiakan daripada dikunjungi oleh keluarga tercinta saat di perantauan? Ah Tuhan, entah bagaimana ku harus berterima kasih pada-Mu atas semua takdir baik ini. Aku selalu percaya bahwa Allah tak pernah kehabisan sumber untuk membahagiakan makhluk-Nya. Salah satu buktinya adalah sedikit cerita konyol dibalik kedatangan mereka kesini. Here we go!


Masih ingat cerita tiga minggu lalu saat aku terpaksa opname, kan? Saat itu, Selasa pagi tanggal 2 Agustus 2016, mereka bertiga sudah boarding di Bandara Internasional Juanda Surabaya untuk terbang ke Palu. Namun, petugas melarangnya karena ternyata tiket tertera tanggal 16 Agustus 2016. Aku yang hari itu sudah diizinkan pulang dari rumah sakit, tak kuasa mentertawakan kejadian konyol tersebut. Saking paniknya sama keadaanku, mereka sampai nggak teliti melihat tanggal tiket yang dibeli. Disitu aku merasa dicintai, sekaligus baru sadar bahwa kekonyolan itu ternyata genetik juga, hahaha :')

Butuh beberapa hari untuk mereka memutuskan refund atau tetap kesini. Dengan pertimbangan Fahmi yang ingin sekali naik pesawat, akhirnya jadi juga mereka terbang. Aku membelikan tiket pulang untuk hari Sabtu, 20 Agustus 2016 dengan pertimbangan masih ada hari Minggu untuk Fahmi beristirahat sebelum masuk sekolah. Jadi aku sudah mewanti-wantinya untuk tidak membolos sekolah di hari Senin dengan alasan kelelahan setelah perjalanan jauh. Maklum, dari Surabaya mereka harus menempuh perjalanan darat sekitar 6 jam untuk sampai di Solo.

Selama mereka di Palu, aku hanya bisa mengajak jalan-jalan ke Pantai Tanjung Karang setelah mengikuti Upacara HUT RI Ke-71 di kantor. Kalau nggak ikut upacara, konsekuensi potongan tunjangannya kejam sekali, huhuhu. Selain itu, mereka hanya kuajak keliling Kota Palu dengan melewati beberapa icon-nya seperti Anjungan Nusantara di Pantai Talise, kampus Universitas Tadulako, dan Jembatan McD. Oh iya, kami juga sempat berkunjung ke rumah salah seorang kerabat jauh yang ternyata sudah lama tinggal di Palu. Tidak lupa juga mereka mencicipi makanan khas di sini, yaitu Kaledo dan ikan bakar di RM Terminal Indah, Donggala. Bisa ditebak, sama sepertiku, mereka tak terlalu menyukai kaledonya, hahaha.
Fahmi nggak peduli teriknya sinar matahari di Pantai Tanjung Karang.

Selebihnya, mereka aku tinggalin motor saja biar pada bereksplorasi sendiri. Benar saja, ibuku bisa sampai ke Pasar Biromaru dan Gong Perdamaian, padahal aku sendiri pun belum pernah kesana. Semua berkat Ibu Andri yang baik hati mau menjadi guide emak-emak kurang piknik dari Sukoharjo itu, hehehe. Terima kasih Bu Andri, semoga Allah membalas kebaikan Ibu dengan berkah yang berlebih. Aamiin.
Mamah yang asyik JJS sementara anaknya masih di kantor, haha.

Sedangkan Faizal, yang sudah jauh diajak ke Pantai Tanjung Karang tetapi tak terkena air pun jalan-jalan sore sendiri di Pantai Talise. Konyolnya, ia memotret STNKnya yang katanya sudah sampai di Palu, walau motornya masih di rumah, hahaha. Kami gagal ke Gong Perdamaian karena susah bangun pagi dan aku selalu buru-buru ke kantor.

Terima kasih gengs, sudah mau jauh-jauh kesini. Ya, walaupun aku tahu kalian lebih bahagia karena bisa jalan-jalan meski kutinggal kerja, hahaha. Aku langsung bingung mau makan apa setelah mereka pulang, karena selama ibuku disini, beliau selalu memasak untukku. Bahkan aku bawa ke kantor untuk dinikmati bersama teman-teman yang kangen masakan Jawa juga. See you soon, all! (Walau mungkin lebaran haji aku akan tetap disini).

Ketika TM Seratus Menit Masih Kurang

Sabtu, 13 Agustus 2016

Happy Saturday night all..!
Bagi yang nggak jomblo pasti lagi wakuncar ya aduh bahasanya dangdut banget, hahaha. Bagi yang jomblo kemana? Kalau kalian tanya aku, jawabanku adalah di mess aja. Jangan salah, bukannya kaga ada yang ngajakin jalan, karena harusnya malam ini aku ngikut makan di Black Canyon sama temen kantor atau kumpul Kelas Inspirasi (KI), cuma karena tadi sore baru kelar pijet, jadi enaknya dibawa gegoleran di kasur sekalian menepati janji ke diri sendiri buat mengurangi keluar malam. Awalnya sih berencana menyelesaikan baca novelnya Pidi Baiq yang DILAN; dia adalah Dilanku tahun 1990. Tetapi dasarnya aku, lebih suka menelpon kawan lama yang nan jauh di sana. Kalau sedang begini, aku merasa menjadi orang yang kuat LDR, karena sejauh apapun jarak yang memisahkan, aku bakal selalu ingat pada orang-orang tersayang.

Korban kangenku malam ini adalah Dena. Neng geulis dari Banten ini adalah sahabat dari masa ospek kuliah sampai detik ini alhamdulillah. Selain satu kelompok semasa ospek, kami berdua juga sebimbingan semasa skripsi. Sebutlah kami sebagai anak bimbingan Daddy, yang berhasil membuatku menangis tak henti-henti sampai dua kali. Tetapi untungnya waktu pendadaran malah dibelain. Nah kan malah curhat, hahaha.

Terakhir kali aku telponan sama dia tuh waktu mengucapkan selamat ulang tahun pada 22 Mei lalu. Itu pun tak berlangsung lama karena aku menelponnya di perjalanan dari makan siang bersama tim waktu masih di Poso. Tak terasa sudah lima bulan berlalu rupanya sejak saat itu. Tetapi rasanya keakraban kami masih seperti bertemu setiap hari.

Setelah ngobrolin kehidupan masing-masing, tak perlu aku jelaskan siapa yang lebih banyak mendominasi obrolan kan? tak terasa paket TM Malam 100 menit telepon pun habis juga. Itu pun nggak terasa, sampai akhirnya Dena pamit duluan karena ada temannya yang lain yang mau digilir ngobrol juga. Terima kasih Dence, sudah merelakan hand phone dan telinga sama-sama panas buat dengerin suara cemprengku selama satu jam lebih dua puluh menit.

Korban yang jadi "tempat sampah" malam ini bukan cuma Dena sebenarnya, masih ada pacar orang yang sabar menyediakan waktu lengkap beserta paketan internet dan pegal-pegalnya jari membalas pesanku. Bukan, bukan aku jadi orang ketiga dalam hubungannya dengan pasangannya. As long as seseorang itu belum menikah, sah-sah saja aku bersahabat dengannya kan? 

Sewaktu aku bercerita kalau aku baru saja menghabiskan 100 menit bonus telepon, dia bilang nggak heran, karena terakhir kali aku menelponnya pun sekitar dua setengah jam. Setelah aku ingat-ingat, benar juga ya, aku tak pernah telponan dalam hitungan menit, melainkan hitungan jam, hahaha. Silakan dibayangkan betapa panasnya hand phone dan kuping pendengarnya. Poinnya di sini adalah aku suka mengobrol, suka bercerita. Jadi untuk siapa pun yang akan menjadi pendamping hidupku nantinya, kuharap engkau dianugrahi kesabaran yang tak terhingga dan kemampuan mendengarkan di atas rata-rata, hahaha.

Mungkin pengalamanku ini bisa menjadi salah satu insight untuk para provider telepon seluler, agar ke depannya dapat memberikan fasilitas tambahan bonus telepon. Karena bagi jomblo yang menjalani hubungan jarak jauh dengan keluarga dan sahabat sepertiku, tak cuma satu orang yang ingin ditelpon untuk menyampaikan rasa sayang dari kejauhan. Kalau buat jomblo yang lain sih mungkin bonus seratus menit masih kurang karena untuk menelpon gebetan-gebetan yang tak terhitung itu harus didukung dengan layanan yang jitu.

Sekian cerita malam ini, kalau ada yang tak berkenan mohon dimaafkan dan ndak usah dimasukkan ke hati. Selamat bermalam panjang, blo! 

P.S. Pacar orang yang aku sebutin ternyata nggak terima disebut sebagai tempat sampah belaka. Pun ternyata dia bete namanya nggak disebut. Padahal kan aku baik, udah melindungi privasinya. Eh doi minta disebut pakai nama samaran semacam "sebut saja Bunga" tapi request-nya "sebut saja Mas Ganteng". Kan aku nggak mau melakukan tindak pembohongan publik ya, hahaha. Kemudian dia minta kompensasi traktiran di Koki Joni. Hayuk aja sih kalau kita sama-sama lagi di Jogja, hiks...

Pindah Bobok di RS Anutapura Palu

Jumat, 05 Agustus 2016

Selamat menyambut akhir pekan guys,
Mari kita bahas cerita yang masih hot kayak nugget gosong baru diangkat dari penggorengan ya, cyin... Ceritanya beberapa hari lalu, aku dengan sangat terpaksa pindah bobok di RS Anutapura Palu. Rumah sakit umum daerah yang berada di Jalan Kangkung, dan dekat dengan Pasar Inpres. Jauh sih kalau dari kantor dan mess. 

Kalau ada yang kepo kenapa aku terpaksa bobok di sana, adalah karena aku kecapekan kebanyakan tingkah seperti biasanya dan sesak napas. Cuma entah kenapa sesak napas ini beda dari biasanya, jadi obat persediaanku udah gak mempan buat menangkisnya. Karena dibarengi dengan jantung yang berdegup kencang seperti orang setelah lelah berlarian mengejar mantan, didugalah aku menderita psikosomatis. Kalau kata sahabatku yang anak kedokteran, psikosomatis adalah stres yang bergejala fisik. Kalau pingin tahu lebih jelasnya silakan googling sendiri ye, hohoho.

Sebenarnya aku sudah masuk UGD di RS Bala Keselamatan Woodward, di lewat tengah malam, pukul setengah satu dini hari. Tetapi karena di sana hanya tersisa kamar kelas III, aku kekeuh raawat jalan aja. Kemudian masih sempat singgah ke RS Budi Agung buat ngecek ketersediaan kamar, karena di sana juga sudah bekerja sama dengan BPJS. Hasilnya nihil dan diputuskan ke RS Anutapura di hari Minggu pagi. 

Setelah masuk UGD, dikasihlah hasil rekam EKG dari RS Woodward sebelumnya, dan udah diinfus pake cairan warna pink. Masih pakai selang oksigen waktu di UGD. Harus bersabar beberapa saat untuk akhirnya dapat kamar di VIP 5 Lantai 3.

Sesungguhnya aku cuma merasa pusing dan lemas aja, dan agak lebih capek kalau habis ketawa. Aku mikirin apa ya kok sampai stres segitunya? Gausah dipikir deh yang penting sekarang sehat dulu ya.. Karena sesungguhnya sakit di perantauan itu menyusahkan orang lain. Aku jadi nggak enak hati sama teman-teman seperjuangan yang udah baik hati dengan tulusnya mau menemani bermalam di RS. Semoga Allah membalas kebaikan hati kalian ya, teman-teman tersayang :-*

FYI aku nggak tau ya gimana hitung-hitungannya tapi semuanya gratis. Aku pake BPJS yang buat ASN golongan IIIA, nggak paham itu yang per bulan berapa iurannya. Aku baru tahu sih kalau harga kamarku tanpa asuransi ternyata 650 ribu. Udah kayak hotel bintang 3 aja. Di sini aku makin bersyukur jadinya. Dibalik sakit yang diberikan oleh-Nya, dia tetap menyayangiku, meringankan bebanku. 

Sekarang fokus sembuh dulu biar nggak bikin orang-orang khawatir dan merepotkan lagi. Belajar menyeimbangkan ritme tubuh dan pikiran. Bismillah, pasti bisa lebih baik ke depannya.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS