Pages

Cerita KKN-ku

Rabu, 24 Agustus 2011

Sebagai mahasiswa tingkat akhir di UGM, aku berkewajban mengambil mata kuliah “Kuliah Kerja Nyata”. Awalnya, aku dan teman-teman kostku membuat program KKN bertema pemberdayaan perempuan di Jepara. Namun, Allah berkehendak lain. Kami bertiga belas ditempatkan di KKN PPM Unit 154 dengan tema Mitigasi dan Sosialisasi Potensi Bencana Geologi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kami tidak sendiri, melainkan bersama 30 mahasiswa dari kelompok KKN yang lain. Karena jumlah yang melebihi kuota maksimal, akhirnya kami dibagi menjadi 2 desa, yaitu Desa Plosorejo dan Desa Gempolan, keduanya sama-sama bertempat di Kecamatan Kerjo. Kesan awal dari persiapan berangkat KKN bagiku adalah parno (paranoid). Kami berawal dari 2 kelompok asing yang tidak saling kenal, yang secara paksa ditempatkan di tempat terpencil. Semacam mimpi buruk yang harus dihadapi.

Hari pun berganti. Selesai menempuh UAS, kami diberangkatkan menuju tempat KKN masing-masing. Unit 154 terdapat 2 kali pemberangkatan, yaitu tanggal 3 Juli bagi mahasiswa yang membawa motor dan hari berikutnya bagi mereka yang menggunakan bus. Aku termasuk ke dalam rombongan pertama. Bukan karena aku membawa motor, aku hanya membonceng. Alasan pertama yang membuatku bertekad ikut berangkat lebih dahulu adalah karena aku suka tantangan dan aku ingin bisa mengetahui seperti apa medan yang harus aku hadapi nantinya.

Dengan perjalanan panjang, sampailah kami di rumah Bapak Kepala Desa Gempolan, untuk menurunkan barang-barang dari truk, barulah kemudian kami melanjutkan perjalanan ke rumah Pak Sukirno, Kepala Desa Plosorejo. Malam itu kami pertama kalinya melewati hutan karet, dengan medan jalan yang terjal, naik turun dan berkelok, serta tebing dan jurang di sisi kanan kiri. Rasanya seperti mengikuti tantangan fear factor. Di pagi hari sebelum berangkat ke Kantor Bupati untuk penyambutan pun, aku sempat linglung, tidak ingat sedang berada dimana, dan merasa aneh melihat ada motor berplat AD di depan mataku. Beberapa saat kemudian barulah aku sadar bahwa aku sedang memulai hari-hari KKN-ku di daerah Karanganyar, yang otomatis plat nomor kendaraannya sama dengan Karesidenan Surakarta.

Hari-hari awal kuhabiskan dengan menghafal nama teman-teman serumah yang berjumlah 22 orang. Aku juga lebih sering bersama teman-teman yang berasal dari bekas KKN Jepara karena merasa belum mengenal teman-teman dari bekas KKN Sukabumi. Untunglah waktu mencairkan semuanya. Semakin hari kami semakin solid dan tidak lagi berkelompok menurut bekas KKN masing-masing.

Ini kami sewaktu piknik ke Candi Cetho & Telaga Sarangan

Namun, tidak semua indah terasa. Aku sempat merasa tak nyaman dan butuh pelarian. Aku bersyukur karena bisa menemukan pelarian yang tepat dan melewati semuanya. Semakin hari semakin ringan. Tak ada lagi yang mengganjal di hati.

Di tempat KKN, aku tidak hanya belajar tentang bagaimana cara bermasyarakat, tetapi juga bagaimana cara untuk survive di luar zona nyaman kehidupan sehari-hari. Aku belajar mengenai cara beradaptasi di tengah orang-orang yang belum kukenal. Bahkan, aku harus mengedepankan sisi tomboy yang memang sudah ada dalam diriku sebagai tameng utama dalam bersikap. Dengan sikap tomboy aku merasa lebih aman dan mandiri. Aku merasa bisa melindungi diri sendiri dari berbagai hal, termasuk wabah “cinta lokasi”. Bukannya menyalahkan teman-teman yang benar-benar terjerat cinlok, melainkan dari awal memang sudah berniat untuk menghindari hal tersebut. Yang ada dipikiranku adalah bagaimana aku harus bisa menjalankan tugas-tugasku dengan baik selama di lokasi KKN, tanpa bermain hati. Aku cukup mengenal diriku sendiri. Aku tak akan bisa fokus jika sudah memakai perasaan.

Sempat suatu saat, aku merasa tidak nyaman dan mulai membeci orang lain, satu-satunya hal yang selalu kuhindari. Tiba-tiba saja aku menemukan sisi lain dari yang bersangkutan. Hal itu yang kemudian mengubah paradigmaku tentang mereka dan akhirnya aku tidak jadi membenci. Tanpa dendam, benar-benar melegakan. Bahkan, di akhir kebersamaan kami, aku semakin merasakan betapa baiknya teman-temanku. Aku merasa kami semua bersaudara. Aku menemukan banyak kakak perempuan dan para abang selama di sana. Kebersamaan kami merupakan sepenggal episode kehidupan yang tak akan pernah kulupakan. Dari yang awalnya penuh prasangka, berubah menjadi penuh cinta.

Sedih rasanya harus meninggalkan semua kebersamaan ini. Berpisah dengan orang-orang yang selama 2 bulan terakhir menghiasi kehidupanku, ada di hari-hariku. Aku rindu keluarga besar Plosorejo. Tidak hanya dengan teman-teman, melainkan juga dengan keluarga Pak Lurah, keluarga Mbak Anik, adik-adik SD, TPA, ibu-ibu PKK, semuanya.

Aku tak pernah menyesali itu semua. Walaupun awalnya tak seperti yang diharapkan, namun akhirnya melebihi yang bisa dibayangkan. Hanya doa yang bisa kupanjatkan untuk mereka, semoga Allah senantiasa melindungi di manapun berada. Semoga ada kesempatan sehingga kami bisa merasakan kebersamaan lagi di desa nan indah itu. Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS