Pages

Me and Complaint

Rabu, 09 Januari 2013

Tidak seperti lazimnya postingan awal tahun yang berisi flashback kejadian penting tahun lalu atau resolusi tahun ini, i try not to be mainstream :p
I wanna share my experience about complaint. Something that i discuss in my thesis. Maybe it was fate if my life is always related to the complaint, haha.
So, here's the story!

Siang menjelang sore itu aku dan Lulu makan di sebuah kafe dengan voucher diskon yang akan expired beberapa hari lagi. Kalau kata Ocha sih kami fakir perdiskonan. Bodo amat yang penting bisa nyobain makanan enak, haha. Seperti cafe pada umumnya, porsinya lalala cilukba mbak-mbak diet sekali, hahaha. Sedangkan kami berdua adalah kecil-kecil cabe rawit, eh, rakus omnivora pemakan segala. Merasa tidak puas belum kenyang dengan makanan cantik di cafe itu, akhirnya kami memutuskan lanjut ke cafe selanjutnya untuk menggenapkan separuh agama isi di perut biar gak setengah-setengah kayak korban PHP, hahaha.

Sampailah kami pada cafe ke-2. Sudah pesan makanan dan minuman. Sudah menelan suapan pertama ketika hape berdering dari nomor lokal yang tidak dikenal. Aku yang pada dasarnya bolot gak suka ditelpon, akhirnya terpaksa menjawab panggilan tersebut. Samar-samar terdengar bahwa mbak-mbak di seberang adalah pegawai cafe pertama tadi dan bilang kalau voucher kami sudah expired. Aku sempat membela diri menjelaskan bahwa tanggal expired belum terjadi. Intinya kami diminta kembali lagi kesana dan membayar  dengan harga penuh makanan perdiskonan tadi.

Dengan serangan bete yang datang tiba-tiba, akhirnya aku melacak kontak layanan pelanggan penyedia layanan diskon tempat kami membeli voucher diskon itu. Kami telepon nomernya tidak ada jawaban. Akhirnya kami menghubungi lewat sms. Setelah kenyang dalam arti sebenarnya dan 'kenyang'  bete karena telepon tadi, kami memutuskan mampir ke cafe pertama dan akan membayar tagihan seperti yang diminta.

Namun sepertinya semesta tak merestui. Baru saja sampai kami di depan cafe pertama, panggilan telepon masuk dari nomor asing. Ternyata berasal dari penyedia layanan diskon yang menanyakan bagaimana kronologi kejadiannya. Setelah kami jelaskan, pihak penyedia layanan diskon berjanji akan mengkonfirmasi pada cafe pertama. Akhirnya kami nggak jadi masuk ke cafe pertama, padahal sudah tepat berada di parkirannya.

Penyedia layanan cafe kemudian menelpon kembali saat kami melanjutkan perjalanan pulang. Mereka menanyakan apakah kami jadi membayar lagi ke cafe pertama. Kami bilang kami tidak jadi masuk ke cafe pertama karena tadi mereka bilang akan menghubungi pihak cafe. Penyedia layanan cafe menjanjikan akan menghubungi lagi besok bagaimana kelanjutannya. Kami hanya bisa berharap pada janji penyedia layanan diskon agar mengklarifikasikan kepada merchant-nya. Aje gile kan kalau kita disuruh bayar lagi, rugi bandar dan gak akan klik beli voucher diskon disitu lagi kayaknya.

Sehari setelah kejadian itu tak ada panggilan masuk dari kedua belah pihak, baik dari cafe pertama maupun penyedia layanan diskon. Tapi penyedia layanan diskon sebelumnya memang sudah meyakinkan bahwa voucher masih berlaku, jadi kemungkinan terjadi miskomunikasi dari pihak merchant yaitu cafe pertama. Karena tak ada lagi kabar maka kami menganggap case closed. Positifnya kami gak harus kehilangan rupiah lagi buat cafe itu. Coba kalau kemarin kami nggak komplain dan manut-manut saja, pasti bakal sekarat isi dompetnya, hahaha.

Thanks God, we've complained! :D ($_$)

Pesan moral: tak ada salahnya kita memberanikan diri menuntut hak kita padahal kita sudah melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya. Cheers! :)

2 komentar:

  1. komplain yang ini anggap saja sudah beres... tinggal komplain yang itu tuuuhhh.... :p

    BalasHapus
  2. komplain yang bisa mengantarkan ke gerbang kelulusan, aamiin..

    BalasHapus

Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS