Hari Raya Idul Adha 1432 H ini tidak seperti biasanya. Aku tidak ikut sholat ied, bukan karena sedang berhalangan, tetapi harus menggendong Fahmi yang rewel. Sholat ied lebaran kemarin ibuku sudah merelakannya terlewat karena hal yang sama, jadi kupikir kenapa aku tidak bergantian dengan beliau?
Selesai sholat ied, Bapak dan kedua adikku bersiap ke rumah Nenek dan Kakek di Sragen, sedangkan aku, Ibu dan Fahmi tinggal di rumah saja. Seperti yang kubilang tadi, Idul Adha kali ini lain dari biasanya. Karena untuk pertama kalinya aku menunggu daging kurban datang, padahal biasanya, jangankan menunggu, mengharap saja aku tidak pernah. Ini karena aku tidak pernah doyan daging sapi dan kambing, terlebih yang dimasak sendiri. Ayam piaraan sendiri pun kalau disembelih, aku tak pernah ikut memakannya.
Beberapa hari sebelum sholat ied, aku bersemangat mencari resep masakan daging di internet, karena itulah aku menunggu daging kurban datang. Beberapa plastik yang berisi daging sapi dan kambing baru datang menjelang sore, maka aku mengurungkan niat untuk eksekusi hari itu. Baru hari berikutnya aku bersemangat untuk mencoba memasaknya.
Pertama, aku menyiapkan semua bumbu yang tertulis di resep masakan. Hari itu aku ingin bereksperimen membuat daging rendang, yang biasanya enak di Rumah Makan Padang itu lho. Seluruh bumbu aku blender jadi satu. Kemudian dengan susah payah aku mengiris daging yang beku dari kulkas. Karena di resep yang lain aku baca bahwa menambahkan soda kue dapat membuat daging menjadi empuk, jadi aku tambahkan saja serbuk itu ke dalam bumbu dan ku-blender lagi. Tiba-tiba terdengar bunyi seperti ledakan dan bau kabel terbakar! Langsung kumatikan blender seketika!
Aku tidak berani menyentuh blender lagi dan meneruskan mengiris daging. Bentuknya tidak karuan, benar-benar “potong sesuai selera”. Setelah itu kurendam daging dalam bumbu. Dalam resep itu tertulis “masak santan di atas wajan dengan api sedang, aduk sesekali hingga minyak dari santan mengambang di atas permukaan”. Karena tidak mengerti maksudnya, maka kubangunkan ibuku dan kuminta beliau untuk mengurusi "mainanku" itu.
Ibu: Tadi kamu ngasih soda kuenya seberapa? Gak banyak kan? | Aku: Ehm... Cuma sesendok kok.. Emang kenapa kalau banyak? | Ibu: Kalau kebanyakan nanti bisa meledak, kan itu fungsi utamanya buat pengembang kue | Aku: (dalam hati) pantas saja, tadi blender-nya hampir meledak... *kemudian spechless
Setelah ditangani ibuku, aku tak mau lagi berpapasan dengan masakanku itu. Orang rumah bilang rasanya rasa soda kue. Aku bahkan tak tega untuk sekedar ikut merasakannya... (._.)
Walaupun percobaan pertamaku gagal total, setidaknya ada 2 pelajaran yang bisa kuambil:
- Memang benar soda kue dapat membuat daging menjadi empuk, tapi caranya bukan direndam bersama bumbu, agar tidak merusak rasa nantinya.
- Sebaiknya bumbu tidak direndam bersama daging, tetapi ditumis pada tahap awal memasak, toh dagingnya sudah lebih empuk karena direndam dengan soda kue.
Oke, itulah cerita Idul Adha-ku. Mana ceritamu? \(^o^)/