Jumat
malam itu terasa sangat panjang. Tak terhitung berapa kali kami saling
berpegangan tangan dan menyebut nama Allah saat tiba-tiba bumi kembali
berguncang. Jaringan telepon, internet dan listrik yang mati total membuat kami
semakin panik dan takut tak dapat mengabari keluarga masing-masing di luar kota
hanya untuk mengabarkan keselamatan kami. Kami pun mendapat kabar bahwa tsunami
telah menyerang Pantai Talise yang pasti sedang dipenuhi banyak orang berkaitan
dengan pembukaan acara Palu Nomoni 2018.
Halaman belakang kantor tempat kami bermalam setelah gempa besar hari Jumat. Foto diambil Sabtu (29/09/2018) |
Seorang warga berjalan di Jalan Dewi Sartika Kota Palu. Foto diambil Sabtu (29/09/2018) |
Bangunan yang miring akibat gempa di Jalan Dewi Sartika Kota Palu. Foto diambil Sabtu (29/09/2018) |
Aku
merasa bersyukur bahwa kami masih diberi keselamatan, sekaligus was-was dan
takut jika tiba-tiba muncul bencana yang lebih besar dan saat itu menjadi saat
terakhirku di dunia ini. Aku benar-benar takut amalanku belum cukup untuk
kembali pada-Nya. Waktu itu terasa sekali bahwa yang paling dekat dengan
manusia adalah kematian, namun aku merasa lalai dalam mempersiapkannya. Aku
beneran merasa takut, tak berdaya dan menyesal selama ini masih sering sombong
dan melakukan hal-hal tak berguna.
Sepanjang
malam itu kami saling menguatkan dan berdoa bersama-sama. Jika ada orang yang
datang, kami langsung terjaga. Pun jika ada gempa susulan yang besar, kami
langsung duduk waspada dari posisi tidur masing-masing, karena setiap akan ada
gempa yang besar dan terasa, kami seperti mendengar suara dentuman entah dari
mana asalnya. Jangan ditanya berapa kali gempa susulan, karena sepanjang malam
kami merasa seperti dalam ayunan. Kami sampai tidak bisa membedakan apakah itu
benar-benar gempa atau kami yang pusing karena lelah dan kurang tidur. Aku
sangat memohon pada Allah agar malam itu tidak hujan, karena aku takut malam
akan semakin mencekam jika tak ada sinar bulan. Alhamdulillah bintang dan bulan
menemani tidur ayam kami sampai pagi. Saat melaksanakan sholat shubuh pun aku
masih sempat takut kalau matahari tak bersinar. Alhamdulillah hari Sabtu
(29/09/2018) matahari bersinar terik sebagaimana biasanya di atas Kota Palu.
Ketika
cahaya matahari pagi sudah mulai menerangi, kami memberanikan diri untuk
jalan-jalan di sekitar kantor. Mengamati dan mengabadikan beberapa kerusakan
kantor dari jarak aman. Waktu itu, dengan menggunakan helm, beberapa orang
termasuk aku, memberanikan diri untuk masuk kembali ke dalam bangunan kantor.
Posisi mejaku yang tidak mendapat jendela langsung keluar gedung, gelap dengan
almari kaca yang telah jatuh mengunci kursiku sehingga sulit dipindahkan. Aku
merasa takut dan hanya bisa membawa barang seperlunya. Alhamdulillah tasku
sudah di bawah meja dan dompet serta hp sudah ada di dalamnya, tinggal ambil
saja karena memang pada hari sebelumnya aku sudah bersiap akan pulang.
Dari
malam aku tidak enak makan, sehingga hanya mengganjal perut dengan sekotak sari
kacang hijau dan air putih. Saking takut dan was-was, aku merasa tidak lapar.
Pagi hari baru aku makan mie instan yang dimasak oleh teman-teman pada tengah
malam dan teh hangat buatan mbak Ika yang kami dapatkan dari stok kantin kantor. Sekiranya cukup untuk menenangkan dan
memberi energi untuk melanjutkan hidup. Alhamdulillah aku sempat tidur beberapa
saat sebelum abang-abang datang dan menginstruksikan bahwa sebaiknya kami
pindah ke mess saja karena di mess sedang diusahakan menyalakan genset untuk
menyalakan pompa air dan mengisi batre hp. Beberapa teman yang menggunakan XL
dan Telkomsel sesekali mendapat sinyal sehingga kami bisa mengirimkan kabar
kepada keluarga masing-masing.
Bersambung~
Bersambung~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)