Pages

Selamat dari Gempa Palu (Part 2)

Jumat, 05 Oktober 2018


Jumat malam itu terasa sangat panjang. Tak terhitung berapa kali kami saling berpegangan tangan dan menyebut nama Allah saat tiba-tiba bumi kembali berguncang. Jaringan telepon, internet dan listrik yang mati total membuat kami semakin panik dan takut tak dapat mengabari keluarga masing-masing di luar kota hanya untuk mengabarkan keselamatan kami. Kami pun mendapat kabar bahwa tsunami telah menyerang Pantai Talise yang pasti sedang dipenuhi banyak orang berkaitan dengan pembukaan acara Palu Nomoni 2018. 

Halaman belakang kantor tempat kami bermalam setelah gempa besar hari Jumat. Foto diambil Sabtu (29/09/2018)

Seorang warga berjalan di Jalan Dewi Sartika Kota Palu. Foto diambil Sabtu (29/09/2018)

Bangunan yang miring akibat gempa di Jalan Dewi Sartika Kota Palu. Foto diambil Sabtu (29/09/2018)
Aku merasa bersyukur bahwa kami masih diberi keselamatan, sekaligus was-was dan takut jika tiba-tiba muncul bencana yang lebih besar dan saat itu menjadi saat terakhirku di dunia ini. Aku benar-benar takut amalanku belum cukup untuk kembali pada-Nya. Waktu itu terasa sekali bahwa yang paling dekat dengan manusia adalah kematian, namun aku merasa lalai dalam mempersiapkannya. Aku beneran merasa takut, tak berdaya dan menyesal selama ini masih sering sombong dan melakukan hal-hal tak berguna.

Sepanjang malam itu kami saling menguatkan dan berdoa bersama-sama. Jika ada orang yang datang, kami langsung terjaga. Pun jika ada gempa susulan yang besar, kami langsung duduk waspada dari posisi tidur masing-masing, karena setiap akan ada gempa yang besar dan terasa, kami seperti mendengar suara dentuman entah dari mana asalnya. Jangan ditanya berapa kali gempa susulan, karena sepanjang malam kami merasa seperti dalam ayunan. Kami sampai tidak bisa membedakan apakah itu benar-benar gempa atau kami yang pusing karena lelah dan kurang tidur. Aku sangat memohon pada Allah agar malam itu tidak hujan, karena aku takut malam akan semakin mencekam jika tak ada sinar bulan. Alhamdulillah bintang dan bulan menemani tidur ayam kami sampai pagi. Saat melaksanakan sholat shubuh pun aku masih sempat takut kalau matahari tak bersinar. Alhamdulillah hari Sabtu (29/09/2018) matahari bersinar terik sebagaimana biasanya di atas Kota Palu.

Ketika cahaya matahari pagi sudah mulai menerangi, kami memberanikan diri untuk jalan-jalan di sekitar kantor. Mengamati dan mengabadikan beberapa kerusakan kantor dari jarak aman. Waktu itu, dengan menggunakan helm, beberapa orang termasuk aku, memberanikan diri untuk masuk kembali ke dalam bangunan kantor. Posisi mejaku yang tidak mendapat jendela langsung keluar gedung, gelap dengan almari kaca yang telah jatuh mengunci kursiku sehingga sulit dipindahkan. Aku merasa takut dan hanya bisa membawa barang seperlunya. Alhamdulillah tasku sudah di bawah meja dan dompet serta hp sudah ada di dalamnya, tinggal ambil saja karena memang pada hari sebelumnya aku sudah bersiap akan pulang. 

Dari malam aku tidak enak makan, sehingga hanya mengganjal perut dengan sekotak sari kacang hijau dan air putih. Saking takut dan was-was, aku merasa tidak lapar. Pagi hari baru aku makan mie instan yang dimasak oleh teman-teman pada tengah malam dan teh hangat buatan mbak Ika yang kami dapatkan dari stok kantin kantor. Sekiranya cukup untuk menenangkan dan memberi energi untuk melanjutkan hidup. Alhamdulillah aku sempat tidur beberapa saat sebelum abang-abang datang dan menginstruksikan bahwa sebaiknya kami pindah ke mess saja karena di mess sedang diusahakan menyalakan genset untuk menyalakan pompa air dan mengisi batre hp. Beberapa teman yang menggunakan XL dan Telkomsel sesekali mendapat sinyal sehingga kami bisa mengirimkan kabar kepada keluarga masing-masing.

Bersambung~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS