Sore itu hari Jumat (28/09/2018) menjelang Maghrib aku masih di kantor, menginput beberapa surat tugas yang baru ditandatangi oleh kepala kantor. Sebenarnya ada keinginan untuk pulang ke mess, namun kupikir nanggung, sekalian saja aku selesaikan dulu pekerjaan daripada hari Sabtu aku harus ke kantor lagi. Namun tiba-tiba gempa mengguncang bangunan kantor kami. Awalnya aku masih tenang, karena dari jam 2 siang sudah ada tiga kali gempa berkekuatan lebih dari 5 SR dan kami tidak apa-apa. Tetapi aku salah, gempa yang terjadi kekuatannya lebih besar dan durasinya lebih lama dari tiga gempa yang terjadi sebelumnya pada hari itu, sehingga aku berlari dengan panik untuk segera keluar gedung kantor.
ATM depan kantor kami rubuh seketika. Foto diambil Sabtu (29/09/2018). |
Bangunan kantin dan ruang genset kantor yang terbelah menjadi 3 bagian. Foto diambil Sabtu (29/09/2018). |
Permukaan tanah yang bergelombang terlihat dari paving blok yang sudah tidak rata lagi. Foto diambil Sabtu (29/09/2018). |
Pintu depan kantor di sisi selatan. Foto diambil Sabtu (29/09/2018). |
Aku
berlari tanpa alas kaki, dalam kondisi panik dan takut, aku terus
menyebut nama Allah. Tak peduli terpeleset karena dalam otakku saat itu
adalah bagaimana caranya agar aku bisa segera keluar dari gedung itu.
Tepat di depan tangga lantai 1, aku melihat seorang lelaki berjaket
hitam yang terpeleset dan ada air entah dari mana. Dilema antara ingin
menolong dan menyelamatkan diri, akhirnya aku memutuskan keluar dari
pintu kaca di belakang kantor. Karena lantai depan pintu sudah bergeser
ke atas, membuat pintu itu tak bisa dibuka secara sempurna. Akhirnya aku
terperosok di taman dan parit kecil di dekatnya. Pikiranku masih
dihantui ketakutan akan kemungkinan robohnya gedung dan pecahan kaca
yang bisa mengenaiku kapan saja. Aku langsung bangkit dari dan melompat
sehingga badanku jatuh berguling di paving blok di halaman belakang
kantor.
Aku
segera bangkit dan menghampiri seorang satpam senior yang sedang
menenangkan dua remaja putri peserta latihan karate di kantor kami.
Kemudian dari pintu tempatku keluar, muncul tiga orang teman yang baru
saja keluar gedung. Kami langsung berkumpul bersama di dekat mushola.
Beberapa saat kemudian muncul Pak Heri yang menyebut namaku. Aku
langsung merespon bahwa aku selamat dan aku bilang kalau ada lelaki
berjaket hitam terpeleset di lantai 1 yang tiba-tiba berair. Ternyata
lelaki itu adalah Bang Ipang. Alhamdulillah dia selamat setelah keluar
dari lobby depan. Air yang tetiba muncul ternyata adalah air akuarium
besar yang kacanya telah pecah. Jangan tanyakan kami bagaimana nasib
ikan arwana seharga 40 juta rupiah yang menjadi penghuninya. Entah
bertahan atau tidak.
Ternyata
masih banyak orang yang belum pulang. Akhirnya kami menggelar karpet
mushola di halaman belakang tempat yang biasanya digunakan untuk latihan
karate. Kami juga mengeluarkan seluruh isi almari mushola berupa
mukena, sajadah dan sarung. Beruntung air di tandon mushola masih ada
sehingga dapat kami gunakan untuk wudhu dan bersuci setelah buang air.
Mukena-mukena juga sangat bermanfaat untuk kami menghangatkan diri dari
dinginnya malam. Kami tidur memakai mukena sepanjang malam.
Bersambung~
Alhamdulillah selamat.. Betapa mengerikan suasananya..
BalasHapusAlhamdulillah selamat Fath
BalasHapusIya alhamdulillah...
BalasHapus