Pages

Suatu Kamar di H-39

Rabu, 06 Juni 2012

Siang ini, hujan tetiba mengguyur langit Jogja. Kebetulan aku di kos sendiri, Nunung belum pulang. Daripada tak ada kerjaan, kupikir lebih baik aku berselancar di internet saja. Mumpung koneksi modem sedang bersahabat. Tumben lho ini, biasanya kalau hujan IM2 tidak mau jalan. Sebelumnya, aku sudah memotret sudut-sudut di kamarku. Aku ingin membuat sebuah postingan khusus untuk kamar kosku tercinta. Seperti biasanya, aku suka memperlakukan benda mati di sekelilingku seperti sesuatu yang punya perasaan. Karena aku belum tahu pasti tahun ajaran berikutnya masih di kamar ini atau tidak, semoga ini menjadi kado perpisahan terbaik jika nanti tiba waktunya.

Namanya Si Mungil. Dia berukuran 2 x 3 meter persegi. Dengan ukuran yang mini itu, dia punya keistimewaan tersendiri. Jendela yang menghadap ke rumpun bambu adalah kenikmatan luar biasa, membuat teriknya matahari Jogja tak lagi terasa. Siapapun yang ada di dalamnya bisa tidur siang dengan nyenyak dan merasa adem tanpa ada AC, sangat go green, kan? Letaknya yang diapit 2 kamar di sisi kanan-kiri dan atas-bawah membuat pelukan malam terasa lebih hangat dari kamar yang lain, walaupun hujan mengguyur dengan derasnya sekalipun. Oh iya, satu lagi, di dekat jendela adalah spot yang entah bagaimana bisa membuat koneksi modem menjadi lebih cepat, maka dari itu aku menempatkan meja dan kursi di sana.

Aku dan Si Mungil resmi memulai hidup bersama sejak 15 Agustus 2008, sampai detik ini berari hampir 4 tahun, waktu yang bisa dibilang cukup lama, kan? Aku tak pernah berpikir untuk meninggalkan Si Mungil, walaupun aku tahu banyak kosan lain yang lebih besar dan bagus. Aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya, pada kesederhanaannya. Si Mungil adalah saksi bisu atas semua kelakuanku, baik atau buruk, dan dengan setia menerimaku apa adanya.

Radio National dari '91 masih bisa mengudarakan Swaragama FM dengan merdunya setiap hari :)
Hamtaro hasil kreasi waktu DKV semester 2, unyu kan? ;)
 

Di dalamnya ada sebuah tempat tidur single, 2 buah almari plastik, sebuah meja dan kursi plastik, sebuah rak buku yang tertempel permanen di dinding, sebuah cermin, serta sebuah rak kayu. Tidak semua barangku, beberapa masih ada barang mbak Puput yang belum sempat dibawa. Mungkin nanti kalau sudah 'diusir' Bapak dan Ibu Kos baru kami bersihkan semuanya. Aku juga sudah mulai mencicil untuk membawa pulang beberapa buku agar nanti tidak terlalu ribet waktu pindah ke kamar yang baru.

Si Mungil selalu welcome terhadap teman-temanku. Yang paling sering ke sini adalah Lulu. Baginya, mungkin Si Mungil juga menjadi kamar kedua. Tidak jarang dia mampir transit di sini walaupun aku sedang tidak ada di Jogja. Bahkan sekarang Lulu aku beri kunci cadangan, agar tetap bisa bertemu Si Mungil kalau aku sedang pergi. Tak hanya Lulu, teman-temanku yang lain seperti Ontin, Unin, Luki, Ocha, Dena, Ike, Mahfita, serta Tias, Eka, dan Zainul yang kuliah di luar kota pun pernah berkunjung ke Si Mungil.

Dengan Si Mungil, kami terbiasa melakukan apapun bersama, mulai dari makan, internetan, menonton film, menyetrika baju, mengerjakan tugas, menggosip, curhat, tidur, sampai begadang. Begitu betahnya aku dengan Si Mungil, sampai merasa gamang jika harus meninggalkannya tahun ajaran depan. Sewajarnya, kalau tahun ajaran baru datang, pemilik kosan akan bertanya siapa saja yang mau pindah dan siapa yang mau meneruskan sewa kamar. Aku tidak tahu akan memberikan jawaban yang mana. Aku belum bisa memutuskan sekiranya berapa lama lagi aku ada di Jogja.

Kosan ini bayarnya per tahun, dan setiap 2 tahun sekali akan naik beberapa ratus ribu. Kalau tahun depan aku masih disini, berarti aku harus membayar lebih dari tahun kemarin, karena sudah memasuki tahun kelima. Aku bingung, ini semua tergantung pada kewajibanku sebagai mahasiswa tingkat akhir. Kalau di postingan sebelumnya aku bilang judul skripsiku sudah terima, sekarang muncul prahara baru. Jurusanku akan menerapkan kebijakan baru, yaitu seminar proposal. Kemungkinan hal itu akan memperlama kelulusanku. Jadi, bagaimana tentang kosanku?

Ada beberapa pilihan, pertama, tetap di sini dengan resiko membayar untuk setahun walaupun (semoga) tidak sampai setahun menempatinya. Kedua, menumpang di kamar adik kos dengan pembayaran yang lebih ringan tetapi (mungkin) akan mengorbankan privasi dan kenyamanan, terutama kalau butuh 'me time'. Ketiga, mencari kosan baru, yang bulanan dan murah meriah tentunya, dengan keribetan pindahan dan harus beradaptasi dengan orang-orang yang baru. Huft... Ketiganya punya kelebihan dan kekurangan. Mungkin aku harus mengkonsultasikannya dengan Sang Bos Besar Mamah untuk mencari jalan keluar terbaik.

4 komentar:

  1. udah, ngekos di bandung aja >:)

    BalasHapus
  2. aku jadi inget kita memperdebatkan usia radio kui. gara2 katanya radio itu dibeli pas jaman perang teluk :|

    BalasHapus
  3. kamar tidur single, tapi cukup kok buat bertiga. haha...

    BalasHapus
  4. dengan sangat terpaksa beberapa bulan lagi harus bergeser ke kamar sebelah dan merelakan si mungil melanjutkan hari bersama penghuni baru :'(

    BalasHapus

Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS