Kalimat yang mungkin akan ditafsirkan sebagai penggambaran betapa beratnya menahan rindu pada seseorang yang spesial. Kalimat ini terngiang di otakku sejak kemarian siang. Saat aku melepas kepulangan ibu dan dua adik lelakiku di bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu. Setelah mereka boarding, aku menunggu panggilan untuk penumpang JT 857 tujuan Surabaya untuk memastikan bahwa mereka tidak tertinggal oleh pesawat kepulangan.
Sesaat sebelum boarding, sempetin wefie dulu. |
Apa yang lebih membahagiakan daripada dikunjungi oleh keluarga tercinta saat di perantauan? Ah Tuhan, entah bagaimana ku harus berterima kasih pada-Mu atas semua takdir baik ini. Aku selalu percaya bahwa Allah tak pernah kehabisan sumber untuk membahagiakan makhluk-Nya. Salah satu buktinya adalah sedikit cerita konyol dibalik kedatangan mereka kesini. Here we go!
Masih ingat cerita tiga minggu lalu saat aku terpaksa opname, kan? Saat itu, Selasa pagi tanggal 2 Agustus 2016, mereka bertiga sudah boarding di Bandara Internasional Juanda Surabaya untuk terbang ke Palu. Namun, petugas melarangnya karena ternyata tiket tertera tanggal 16 Agustus 2016. Aku yang hari itu sudah diizinkan pulang dari rumah sakit, tak kuasa mentertawakan kejadian konyol tersebut. Saking paniknya sama keadaanku, mereka sampai nggak teliti melihat tanggal tiket yang dibeli. Disitu aku merasa dicintai, sekaligus baru sadar bahwa kekonyolan itu ternyata genetik juga, hahaha :')
Butuh beberapa hari untuk mereka memutuskan refund atau tetap kesini. Dengan pertimbangan Fahmi yang ingin sekali naik pesawat, akhirnya jadi juga mereka terbang. Aku membelikan tiket pulang untuk hari Sabtu, 20 Agustus 2016 dengan pertimbangan masih ada hari Minggu untuk Fahmi beristirahat sebelum masuk sekolah. Jadi aku sudah mewanti-wantinya untuk tidak membolos sekolah di hari Senin dengan alasan kelelahan setelah perjalanan jauh. Maklum, dari Surabaya mereka harus menempuh perjalanan darat sekitar 6 jam untuk sampai di Solo.
Selama mereka di Palu, aku hanya bisa mengajak jalan-jalan ke Pantai Tanjung Karang setelah mengikuti Upacara HUT RI Ke-71 di kantor. Kalau nggak ikut upacara, konsekuensi potongan tunjangannya kejam sekali, huhuhu. Selain itu, mereka hanya kuajak keliling Kota Palu dengan melewati beberapa icon-nya seperti Anjungan Nusantara di Pantai Talise, kampus Universitas Tadulako, dan Jembatan McD. Oh iya, kami juga sempat berkunjung ke rumah salah seorang kerabat jauh yang ternyata sudah lama tinggal di Palu. Tidak lupa juga mereka mencicipi makanan khas di sini, yaitu Kaledo dan ikan bakar di RM Terminal Indah, Donggala. Bisa ditebak, sama sepertiku, mereka tak terlalu menyukai kaledonya, hahaha.
Fahmi nggak peduli teriknya sinar matahari di Pantai Tanjung Karang. |
Selebihnya, mereka aku tinggalin motor saja biar pada bereksplorasi sendiri. Benar saja, ibuku bisa sampai ke Pasar Biromaru dan Gong Perdamaian, padahal aku sendiri pun belum pernah kesana. Semua berkat Ibu Andri yang baik hati mau menjadi guide emak-emak kurang piknik dari Sukoharjo itu, hehehe. Terima kasih Bu Andri, semoga Allah membalas kebaikan Ibu dengan berkah yang berlebih. Aamiin.
Mamah yang asyik JJS sementara anaknya masih di kantor, haha. |
Sedangkan Faizal, yang sudah jauh diajak ke Pantai Tanjung Karang tetapi tak terkena air pun jalan-jalan sore sendiri di Pantai Talise. Konyolnya, ia memotret STNKnya yang katanya sudah sampai di Palu, walau motornya masih di rumah, hahaha. Kami gagal ke Gong Perdamaian karena susah bangun pagi dan aku selalu buru-buru ke kantor.
Terima kasih gengs, sudah mau jauh-jauh kesini. Ya, walaupun aku tahu kalian lebih bahagia karena bisa jalan-jalan meski kutinggal kerja, hahaha. Aku langsung bingung mau makan apa setelah mereka pulang, karena selama ibuku disini, beliau selalu memasak untukku. Bahkan aku bawa ke kantor untuk dinikmati bersama teman-teman yang kangen masakan Jawa juga. See you soon, all! (Walau mungkin lebaran haji aku akan tetap disini).