Hari ini ada yang berbeda, tak seperti kepulanganku
biasanya. Sebuah pesan masuk di hapeku saat sedang mencuci piring. Dari
sahabatku di bangku sekolah menengah pertama. Isinya pemberitahuan
kalau salah satu teman kami ada yang akan melangsungkan akad nikah
minggu depan.
I’m shocked! I never hear any news from that person and she will be marry in 7 days!
Insting pencari fakta-ku langsung bekerja. Segera aku menekan nomer
telepon rumahnya, aku tak punya nomer hapenya dan untunglah aku masih
ingat berapa nomer telepon rumahnya. Diangkat oleh suara ibunya di
seberang sana. Beliau bilang putrinya sedang tidur siang. Jadi, aku
telepon lagi sorenya yang langsung diangkat oleh yang bersangkutan.
Tanpa tedeng aling-aling, langsung kutanyakan
kebenaran kabar tersebut dan diiyakan secara malu-malu oleh calon
mempelai wanita di seberang sana. Disela kangen-kangenan kami, terlontar
satu pertanyaan menohok darinya, “Gimana kabarnya Si Itu?”. Dengan perubahan raut muka yang untungnya tak terlihat via telepon rumah aku berhasil menjawab dengan diplomatis, “Oh, dia. Udah lost contact dari jaman kapan taun gitu. Udah gak tahu lagi deh gimana kabarnya”.
Aku gak tahu kenapa hampir semua teman SMP yang
ngobrol sama aku setelah sekian lama tak jumpa gak ada yang lupa buat
nanyain tentang satu nama itu. Jadi mikir, emang segimana kembar siamnya
kami sih? Oke, bagian ini intermezzo. #Abaikan
Aku ga akan bahas itu, terlalu melelahkan and so last year.
Yang menjadi poin penting disini adalah pernikahan. Sudah banyak teman
sekolahku yang mengikat janji suci dan bahkan sudah punya momongan. Tapi
aku sekarang masih single. Gak ada pacar atau gebetan. Yang
ada hanya keluarga dan teman-teman. Lingkungan kampusku bukan berisi
orang-orang alim yang ingin bersegera menggenapkan separuh agama. Jadi,
aku terbawa santai dan wajar saja. Aku bahkan berpikir untuk menikah 3
atau maksimal 5 tahun lagi.
Di usia 21 menjelang 22 tahun. aku merasa masih
terlalu muda untuk berkomitmen menghabiskan sisa hidup dengan satu
orang. Jadi ingat obrolan bersama teman kos beberapa hari lalu saat kami
makan siang. Kami membahas kenapa aku masih betah menjomblo. Ada
beberapa kemungkinan. Pertama, aku masih trauma atas luka yang pernah
ada. Kedua, aku belum menemukan contoh pernikahan ideal di sekelilingku,
jadi aku tidak tergerak untuk ikut-ikutan. Ketiga, aku terlalu egois
untuk membagi hidupku dengan orang lain. Keempat, aku belum bertemu
orang yang bisa membuatku ingin menikah dengannya. Dulu, keinginan untuk
menikah malah muncul di usia 19 tahun, sangat muda dan belum tahu
apa-apa, hahaha…
Belum memikirkan pernikahan bukan berarti aku
antipati iri dengki terhadap teman-teman yang akan menikah. Aku sangat
menghargai undangan mereka dan sebisa mungkin menghadiri dengan senang
hati. Karena bagiku, hadir di acara pernikahan seorang teman adalah
ajang reuni, sekaligus pembuktian eksistensi. Dengan menghadiri
pernikahan teman, aku jadi bisa bertemu teman-teman lain yang mungkin
sudah sangat lama tidak berjumpa. Selain itu, aku bisa menunjukkan
proses metamorfosisku kepada mereka, sebagai seorang @fatikong yang
selalu ingin memperbaiki dan berbenah diri. Siapa tahu saya bakal ketemu
jodoh di pernikahan teman, hehehehe…
So guys, don’t forget to invite me! I’ll enlighten your day! \(´▽`)/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)