Pages

Single Talks About Marriage

Senin, 21 Mei 2012

Hari ini ada yang berbeda, tak seperti kepulanganku biasanya. Sebuah pesan masuk di hapeku saat sedang mencuci piring. Dari sahabatku di bangku sekolah menengah pertama. Isinya pemberitahuan kalau salah satu teman kami ada yang akan melangsungkan akad nikah minggu depan.

I’m shocked! I never hear any news from that person and she will be marry in 7 days! Insting pencari fakta-ku langsung bekerja. Segera aku menekan nomer telepon rumahnya, aku tak punya nomer hapenya dan untunglah aku masih ingat berapa nomer telepon rumahnya. Diangkat oleh suara ibunya di seberang sana. Beliau bilang putrinya sedang tidur siang. Jadi, aku telepon lagi sorenya yang langsung diangkat oleh yang bersangkutan.

Tanpa tedeng aling-aling, langsung kutanyakan kebenaran kabar tersebut dan diiyakan secara malu-malu oleh calon mempelai wanita di seberang sana. Disela kangen-kangenan kami, terlontar satu pertanyaan menohok darinya, “Gimana kabarnya Si Itu?”. Dengan perubahan raut muka yang untungnya tak terlihat via telepon rumah aku berhasil menjawab dengan diplomatis, “Oh, dia. Udah lost contact dari jaman kapan taun gitu. Udah gak tahu lagi deh gimana kabarnya”.

Aku gak tahu kenapa hampir semua teman SMP yang ngobrol sama aku setelah sekian lama tak jumpa gak ada yang lupa buat nanyain tentang satu nama itu. Jadi mikir, emang segimana kembar siamnya kami sih? Oke, bagian ini intermezzo. #Abaikan

Aku ga akan bahas itu, terlalu melelahkan and so last year. Yang menjadi poin penting disini adalah pernikahan. Sudah banyak teman sekolahku yang mengikat janji suci dan bahkan sudah punya momongan. Tapi aku sekarang masih single. Gak ada pacar atau gebetan. Yang ada hanya keluarga dan teman-teman. Lingkungan kampusku bukan berisi orang-orang alim yang ingin bersegera menggenapkan separuh agama. Jadi, aku terbawa santai dan wajar saja. Aku bahkan berpikir untuk menikah 3 atau maksimal 5 tahun lagi.
Di usia 21 menjelang 22 tahun. aku merasa masih terlalu muda untuk berkomitmen menghabiskan sisa hidup dengan satu orang. Jadi ingat obrolan bersama teman kos beberapa hari lalu saat kami makan siang. Kami membahas kenapa aku masih betah menjomblo. Ada beberapa kemungkinan. Pertama, aku masih trauma atas luka yang pernah ada. Kedua, aku belum menemukan contoh pernikahan ideal di sekelilingku, jadi aku tidak tergerak untuk ikut-ikutan. Ketiga, aku terlalu egois untuk membagi hidupku dengan orang lain. Keempat, aku belum bertemu orang yang bisa membuatku ingin menikah dengannya. Dulu, keinginan untuk menikah malah muncul di usia 19 tahun, sangat muda dan belum tahu apa-apa, hahaha…

Belum memikirkan pernikahan bukan berarti aku antipati iri dengki terhadap teman-teman yang akan menikah. Aku sangat menghargai undangan mereka dan sebisa mungkin menghadiri dengan senang hati. Karena bagiku, hadir di acara pernikahan seorang teman adalah ajang reuni, sekaligus pembuktian eksistensi. Dengan menghadiri pernikahan teman, aku jadi bisa bertemu teman-teman lain yang mungkin sudah sangat lama tidak berjumpa. Selain itu, aku bisa menunjukkan proses metamorfosisku kepada mereka, sebagai seorang @fatikong yang selalu ingin memperbaiki dan berbenah diri. Siapa tahu saya bakal ketemu jodoh di pernikahan teman, hehehehe…

So guys, don’t forget to invite me! I’ll enlighten your day! \(´▽`)/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentator tolong tinggalin nama ya..! Makasih :)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS